Emang ya, satu hal itu kalo direncanain kelamaan, seringnya suka nggak terwujud. Nah, perkunjungan kali ini,serius nggak membutuhkan negosiasi alot soal waktu. Hanya dari ajakan, “Steik Babi yuk.”kemudian dijawab “Yuk.” Dan jadilah kami (saya, Theo dan Echi ke lokasi.)
Anyway, kali ini yang dikunjungi adalah Snoephuis atau Sumber Hidangan yang terletak di jalan Braga No. 20-22, Bandung. Menurut plang yang tertera di sana, tempat ini didirikan tahun 1929. Bok, jaman ABG banget ya (Angkatan Belanda Gila Gitu). Tempat ini memang masih mempertahankan kekunoannya, dari bangunan luar, interior, kursi, meja, etalase dan lain-lain. Eh, di kasirnya,masih ada mesin hitung jadul banget, dulu saya pernah tanya, dan penjaganya bilang mesin itu masih bekerja dengan baik, cuma nilai paling besar yang bisa terhitung di sana…
….Rp.1000. 😀
Sebenarnya tempat ini nggak mengkhususkan diri untuk makanan yang mengandung babi, malah orang lebih mengenalnya sebagai toko roti, cuma ya ada ruangan yang bisalah dikategorikan sebagai restoran. BTW, untuk harga, nggak mahal kok, nggak ada tuh harga makanan yang mencapai lima puluh ribuan. Bahkan yang belasan ribu pun masih ada. Oh ya, di sana dijual juga es krim. Buat saya enak, nggak creamy seperti es krim pabrikan, tapi masih ada butir-butir es-nya. Kalau beli es krim, pilih deh TUtti Frutti. Es krim vanilla dengan taburan buah peach,apel dan pear.
Oke, cukup soal es krim. Steik Babi ini menjadi salah satu menu di sana (Harganya Rp.25.000,-). Kami bertiga memesan menu yang sama. Beberapa menit kemudian, muncullan pelayan dengan membawa hidangan seperti ini rupanya :
Dagingnya digrilled kering (Nggak yakin juga, digrilled kah?), sehingga berasa agak-agak crunchy pas dikunyah. Enak, gurih tapi buat gue sausnya yang berwarna cokelat tua itu terlalu manis,cuma kata Theo, biasanya nggak segitu manisnya. Baiklah, mungkin kami sedang sial saja. Dan seperti steik-steik pada umumnya, daging tersebut dilengkapi dengan kentang goreng — yang bukan dari kentang siap olah supermarket — rebusan wortel, buncis, tomat dan slada.
Oh ya, makannya sih cuma sekitar setengah jam, sisanya….motret. Yup, banyak banget objek yang bisa difoto di sana. Kebetulan Echi lagi mood banget motret, jadi aja, selain mengobrol ditemani kopi susu (saya dan Theo), Echi sibuk jelalatan dan mondar-mandir ke sana kemari demi mendapatkan foto yang menarik. Cuma, kalau untuk tempat nongkrong, nggak begitu asyik, terlalu ‘dingin’ dan kaku.
(Er, semoga Echi berbaik hati mau ‘meminjamkan’ fotonya untuk dipajang di sini.)
Secara keseluruhan, oke lah.
Dan beberapa jam kemudian, kami pun keluar dari sana…. dan melanjutkan nongkrong di tobucil. Doh.
———————
Tentang Jl. braga : di sini